Perang saudara dan blokade membuat warga Suriah tak punya makanan. Tubuh anak-anak bergetar karena lapar. Mereka yang terjebak di medan perang terpaksa makan rumput, sebagai pengganti roti. Sejumlah ulama bahkan mengeluarkan fatwa kontroversial: penduduk yang terkepung di luar Damaskus boleh mengonsumsi daging anjing dan kucing. Untuk bertahan hidup.
Sebuah foto yang beredar baru-baru ini di media sosial bahkan menunjukkan, pemberontak Suriah menyembelih singa kebun binatang. Demi bisa makan. Para aktivis mengatakan, potret itu adalah bukti teranyar bahwa penduduk di negara yang dilanda perang berkepanjangan itu kelaparan.
Dalam foto, yang belum terverifikasi, menunjukkan, 3 pria berada di sekeliling bangkai singa. Salah satu pria memegang kepala singa kurus yang tak lagi bernyawa. Lainnya terlihat sedang memotong daging dari kaki belakang hewan itu.
Apa yang terlihat seperti bongkahan daging teronggok di lantai semen di dekatnya. Hewan malang yang dikorbankan itu diduga berasal dari Kebun Binatang Al-Qarya al-Shama.
Laporan lain menyebut, pria-pria itu tak hanya mengambil dagingnya, tapi juga mengulitinya -- untuk dijadikan jaket pengusir hawa dingin. Sementara, ada yang menyebut, binatang itu sudah mati duluan sebelum dagingnya diambil untuk dikonsumsi.
Penduduk di kawasan terparah terdampak perang sipil, termasuk di wilayah timur Ghouta, nyaris putus asa kekurangan makanan.
Itulah yang membuat seorang ulama menfatwakan boleh makan daging dan kucing. "Bukan karena itu halal, namun sebagai refleksi dari realitas bahwa kami menderita," kata Sheikh Saleh al - Khatib, seperti dikutip dari Daily Mail, 29 November 2011. "Orang-orang di sini tak punya apapun untuk memberi makan anak-anak mereka."
Menurut Daily Telegraph, PBB mengatakan bahwa warga sipil yang kelaparan di Suriah berada di daerah terkepung, yang tak bisa diakses bantuan makanan.
PBB membagi-bagikan makanan untuk 3,3 juta orang di Suriah pada bulan Oktober. Badan Pangan PBB menambahkan, status gizi mereka yang terperangkap sangat memprihatinkan, terus menurun dalam waktu beberapa bulan.
Anak-anak Paling Menderita
Lebih dari 2 juta warga Suriah lari dari rumah selama konflik terjadi, mencari perlindungan di sejumlah negara tetangga seperti Yordania, Lebanon, Turki, dan Irak. Setidaknya lebih dari setengahnya, sekitar 1,1 juta adalah anak-anak -- yang 75 persennya berusia di bawah 12 tahun.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengungkap, anak-anak pengungsi Suriah di Lebanon dan Yordania beralih menjadi tulang punggung keluarga.
Mereka yang tak mendapatkan hak mendapatkan pendidikan, tumbuh di keluarga yang tercerai berai, dihantui trauma konflik, terpaksa masuk dunia kerja.
Anak-anak berusia semuda 7 tahun bahkan kerja menjadi buruh di pertanian, peternakan, dan toko-toko, dibayar tak seberapa bahkan berisiko dieksploitasi.
Di Lebanon, ratusan anak-anak pengungsi -- banyak dari mereka gadis-gadis cilik berusia 7-12 tahun -- dijemput setiap harinya dari puluhan permukiman pengungsi tak resmi di Lembah Bekaa dan wilayah perbatasan di utara, dimuat ke truk, dan dibawa ke ladang tempat mereka bekerja selama 6-8 jam dengan bayaran seadanya.
Banyak anak-anak pengungsi Suriah di Lebanon juga jatuh ke tangan kelompok kriminal yang mengeksploitasi mereka -- dijadikan pengemis di jalan-jalan Beirut atau menjual bunga dan permen karet.
Anak-anak yang tertinggal di Suriah tak kalah tragis nasibnya. Tak hanya terancam nyawanya, mereka juga dilatih di kamp pelatihan tempur. Seperti yang ada di al- Ghouta.
Semuda itu, mereka diajari membawa senjata dan keterampilan militer. Siap terjun ke medan perang yang ganas.